Skip to main content

THE COURAGE TO BE DISLIKED BOOK REVIEW

Beberapa waktu yang lalu, gue sempet liat postingan orang lain di instagram tentang buku - buku yang dia baca. Buku putih dengan warna font hitam merah dan cover yang simple menarik perhatian gue. Tanpa mikir panjang, gue mencari buku tersebut dan mencoba untuk membacanya. Hal yang pertama kali menarik perhatian gue adalah judul dari bukunya itu sendiri. Buku The Courage To Be Disliked merupakan salah satu buku favorit gue tentang psikologi dan kehidupan. Bacaannya ringan, dialognya berisi kata - kata yang jelas, contoh case yang disajikan juga sangat mencerminkan ke dalam kehidupan sehari - hari, dan buku ini merupakan buku dengan penjelasan yang paling masuk akal dari berbagai buku yang pernah gue baca, juga buku ini sangat membekas sehingga gue pun tidak sungkan untuk membacanya berulang - ulang. Walaupun agak begitu sulit untuk menerapkan beberapa teori dari buku tersebut ke dalam kehidupan sehari - hari, tapi gue selalu mencoba untuk melihat dari sudut pandang lain. 

The Courage to be Disliked atau disebut juga dengan Berani Tidak Disukai adalah sebuah buku tentang dialog naratif lima malam antara seorang filsuf yang meyakini bahwa dunia ini sederhana – sehingga kebahagiaan dapat diraih sekejap mata, dengan seorang pemuda yang merasa tidak puas dengan hidupnya – memandang dunia ini sebagai gumpalan kontradiksi sehingga gagasan apapun tentang kebahagiaan adalah hal yang tidak masuk akal baginya.

Buku ini mengadopsi teori psikologi Alfred Adler dan merupakan pengenalan mengenai teori itu sendiri. Alfred Adler adalah seorang psikolog, dokter, terapis, sekaligus pendiri awal aliran psikologi individual. Ia menekankan terhadap pentingnya perasaan inferior dianggap elemen penting dalam yang mengembangkan teori psikologi individual. Alfred Adler menganggap manusia adalah individu utuh, bukan seperangkat elemen. 

Konsep - konsep Teori Psikologi Adler:
Teleologi
Kalau kita berfokus hanya pada sebab-sebab di masa lalu dan mencoba menjelaskan berbagai hal semata-mata melalui hubungan sebab dan akibat, akhirnya kita akan tiba pada "determinisme". Karena yang dinyatakannya adalah bahwa masa kini dan masa depan kita sudah diputuskan oleh kejadian-kejadian di masa lalu, dan tidak dapat diubah. Kita tidak memikirkan sebab yang sudah lewat, tapi kita memikirkan tujuan kita saat ini.
Salah satu konsep dari teori psikologi Adler adalah menyangkal keberadaan trauma. Konsep "selalu ada sebab sebelum akibat" tidak ada artinya disini. Sewaktu kau memperlakukan hidup seseorang sebagai narasi yang luas, ada hubungan sebab-akibat yang mudah dipahami dan kesadaran tentang perkembangan dramatis yang menciptakan kesan yang kuat dan sangat menarik. Tapi Adler, yang menolak alasan trauma tersebut, menyatakan sebagai berikut: 
"Tidak ada pengalaman yang dengan sendirinya menyebabkan keberhasilan atau kegagalan kita. Kita tidak menderita syok akibat pengalaman kita yang dinamakan trauma. Namun sebaliknya, kita mengartikannya sesuai dengan tujuan kita. Kita tidak ditentukan oleh pengalaman kita, namun arti yang kita berikan pada pengalaman - pengalaman itu menentukan dengan sendirinya." 
Kita menentukan hidup kita sendiri menurut makna yang kita berikan pada pengalaman di masa lalu. Hidupmu bukanlah sesuatu yang diberikan orang lain, tapi sesuatu yang engkau pilih sendiri, dan kaulah yang bisa memutuskan bagaimana caramu menjalani hidup.

Untuk mempermudah memahami mengenai adanya trauma hubungan sebab akibat, sang filsuf memberikan contoh dengan suatu emosi. 
Ada seorang ibu yang sedang bertengkar dengan anaknya dengan suara nyaring. Lalu tiba - tiba ada telepon berbunyi dari wali kelas putrinya. Sang ibu yang tadinya emosi dan menggunakan suara nyaring tiba - tiba menjawab panggilan tersebut dengan nada yang sangat sopan. Begitu menutup teleponnya, ekspresinya berubah dan berteriak kepada putrinya.

Teori psikologi Adler adalah bentuk pemikiran, filosofi yang sama sekali bertolak belakang denihilisme. Adler berkata bahwa, "kita tidak dikendalikan oleh emosi." Dalam artian ini, meskipun menunjukkan bahwa "manusia tidak dikendalikan oleh emosi", teori itu juga menunjukkan bahwa "kita tidak dikendalikan oleh masa lalu."

Sama halnya dengan cerita seorang pemuda tersebut bahwa dia marah dengan seorang pelayan yang tidak sengaja menumpahkan minuman ke bajunya. Fakta bahwa ia marah dan berteriak kepada pelayan tersebut bukanlah akibat karena pelayan tersebut menumpahkan minuman. Namun, ia memilih untuk berteriak kepada pelayan tersebut untuk menciptakan emosi marah sebagai alat untuk melakukannya dan itu merupakan tujuannya.

Belajar konsep teleologi menyadarkan kita arti sebenarnya tindakan yang kita atau orang lain lakukan. Kita cenderung menyalahkan masa lalu sebagai sebab dari akibat diri kita yang sekarang. "Aku dulu suka dibanding - bandingkan sama orangtua aku, makanya sekarang aku begini", atau "aku merasa bahwa diri aku tidak ada apa - apanya. Teman - temanku sudah pada sukses semua", atau, "kalau saja aku dulu tidak begitu, maka sekarang aku tidak begini." Perkataan pengandaian dan sebab akibat tidak akan membuat seseorang bahagia dan membuat seseorang tidak mau berubah. Karena pada akhirnya seseorang akan terjebak dalam situasi tersebut.

Lalu pertanyaannya adalah bagaimana cara untuk hidup tanpa dikendalikan oleh masa lalu?
Menurut Adler, langkah pertama untuk berubah adalah dengan mengetahui. Kita tidak bisa kembali ke masa lalu dengan mesin waktu. Kalau memilih tinggal dalam aetiologi, kita akan terikat oleh masa lalu dan takkan pernah bisa menemukan kebahagiaan. 

Gaya Hidup
Dikatakan bahwa seorang pemuda tersebut berpegang kuat dengan keyakinan bahwa setiap watak dan pribadi orang tidak dapat berubah. Seberapa keras kau ingin berubah menjadi Y, "kau tidak akan pernah bisa." Dalam teori psikologi Adler, kita menggambarkan watak dan pribadi tersebut dengan kata "gaya hidup." Gaya hidup adalah kecenderungan berpikir dan bertindak dalam kehidupan bagaimana seseorang melihat dunia ini dan bagaimana ia melihat dirinya sendiri. 

Boleh jadi kita menganggap watak atau kepribadian sebagai sesuatu yang ada sejak lahir dan tidak ada kaitannya dengan kemauan. Namun, dalam teori psikologi Adler, gaya hidup dipandang sebagai sesuatu yang engkau pilih untuk dirimu sendiri. Persoalannya bukan masa lalu, tapi di sini, pada saat ini, Apa yang akan kaulakukan dengan pengetahuan ini mulai sekarang adalah tanggung jawabmu. 

Adler menggambarkan gaya hidup sama seperti mengendarai mobil tua kesayangan. Mobilmu mungkin sedikit berderak, tapi kau bisa memperkirakannya dan mengambil manuver dengan mudah. Di sisi lain, kalau kau memilih gaya hidup yang baru, tidak ada yang bisa memprediksi apa yang mungkin terjadi dengan dirimu yang baru, atau mengetahui cara menghadapi berbagai peristiwa yang akan muncul. Sulit untuk melihat jauh ke depan, dan hidup akan dipenuhi dengan kekhawatiran. Sederhananya, manusia banyak mengeluhkan keadaannya, tapi lebih mudah dan lebih aman bagi seseorang untuk menjadi dirinya apa adanya.

Ketika mencoba mengubah gaya hidup, keberanian kita diuji. Ada rasa cemas yang dihasilkan dari perubahan, dan rasa kecewa yang mengiringi keputusan untuk tidak berubah. Teori psikologi Adler adalah psikologi keberanian. Ketidakbahagiaanmu tidak bisa disalahkan pada masa lalu atau lingkunganmu. Dan bukan berarti kau tidak punya kemampuan. Kau hanya kurang berani. Bisa dibilang kau kurang berani menjadi bahagia. 
Yang harus kau lakukan sekarang adalah mengambil keputusan untuk menghentikan gaya hidupmu saat ini. Sebab kata-kata andai aku bisa menjadi seperti Y adalah alasan bagimu untuk tidak berubah.
Hubungan Interpersonal
Semua persoalan adalah tentang hubungan interpersonal. Seseorang bisa bahagia atau sebaliknya, karena hubungan interpersonal. Seseorang bisa berada dalam kompleks inferioritas atau kompleks superioritas karena hubungan interpersonal. Inilah intisari dari teori Psikologi Adler.

Sebagai contoh, sang filsuf menggambarkan ceritanya sendiri seperti ini, sang filsuf tersebut pernah memiliki rasa inferioritas terkait tinggi badannya yang hanya 155 cm. Menurutnya, tinggi badannya membuatnya merasa tidak percaya diri. Namun, ternyata temannya berkata sebaliknya. Justru dengan tinggi badannya yang seperti itu, ia membuat orang - orang rileks dan tidak mengintimidasi mereka. 

Tinggi badannya yang 155 cm memang adalah fakta objektif yang tidak dapat diubah. Namun, semua perasaannya tentang tinggi badan itu hanya perasaan minder yang bersifat subjektif, yang timbul semata-mata karena ia membandingkan dirinya dengan orang lain. Yang artinya, timbul dalam hubungan interpersonalnya. Sebab kalau tidak ada orang lain yang bisa ia bandingkan dengan dirinya sendiri, ia tidak akan pernah berpikir bahwa ia pendek. Tapi tolong pahami bahwa ini bukanlah perasaan yang bersifat objektif, tapi perasaan inferior. Meskipun dengan masalah seperti tinggi badan, semua itu dapat disimpulkan pada subjektivitasnya.

Menurut Adler, ada istilah bahasa Jerman untuk perasaan inferior, Minderwertigkeitsgefühl, yaitu istilah ukuran nilai seseorang atas dirinya sendiri. Contohnya adalah, intan yang diperdagangkan dengan nilai yang tinggi atau kurs mata uang. Kita menetapkan nilai-nilai tertentu untuk hal-hal ini, dan menyatakan bahwa satu karat adalah sebanyak ini, bahwa harganya adalah sejumlah itu. Tapi kalau sudut pandangmu diubah, sebutir intan itu tak lebih dari secuil kecil batu.

Dengan kata lain, nilai adalah sesuatu yang didasarkan pada satu konteks sosial. Nilai yang diberikan pada selembar uang kertas bukanlah nilai yang disandangkan secara objektif, sekalipun itu mungkin pendekatan yang masuk akal. Kalau mempertimbangkan biaya aktualnya sebagai materi cetak, nilainya sama sekali tidak mendekati satu dolar. Seandainya ia adalah satu - satunya orang di dunia ini, dan tidak ada yang lain, ia mungkin akan melemparkan uang kertas itu ke tungku perapian saat musim dingin. Mengikuti logika yang sama persis, sang filsuf seharusnya tidak punya alasan untuk mencemaskan tinggi badannya.
Bicara mengenai perasaan inferior, perasaan inferior yang sehat tidak timbul dari membandingkan diri dengan orang lain. Namun, dari membandingkan diri sendiri dengan keadaan diri yang ideal. 
Seseorang yang menderita inferioritas yang kuat dan tidak punya keberanian untuk menebusnya melalui model kerja dan pertumbuhan yang sehat, tidak akan bisa menoleransi kompleks inferioritasnya. Di titik itu, dia berusaha menebusnya dengan cara yang berbeda dan mencari jalan keluar yang mudah dengan bersikap seakan - akan dirinya superior dan menikmati perasaan superior yang semu.

Adapun tindakan dari seakan - akan perasaan superior yang dilakukan seseorang untuk menutupi perasaan inferiornya tersebut terhadap orang lain yang banyak sekali kita jumpai di kehidupan sehari -hari. Contohnya adalah, tipe seseorang yang membanggakan prestasinya dan bergayut pada kehebatan di masa lalunya. Mereka yang membanggakan prestasinya dengan lantang adalah mereka yang sebenarnya tidak memiliki keyakinan terhadap dirinya sendiri. Menurut Adler, seseorang melakukan hal tersebut sebenarnya karena ia merasa bahwa dirinya inferior. Ada kekhawatiran, bahwa jika orang tersebut tidak melakukan hal itu,  maka tidak ada seorangpun yang akan menerima "apa adanya dirinya." 

Menurut Adler, semua orang itu juga setara. Tidak ada yang lebih rendah, maupun lebih tinggi dari diri kita. Ini bagaikan berjalan di suatu bidang datar yang tidak memiliki sumbu vertikal. Karena jika kita menggambarkan diri di sumbu vertikal, maka kita akan terus berkompetisi. Sedangkan jika kita berjalan menurut teori Adler, semua orang berada di jalan mereka masing - masing. Keputusan apakah mereka di belakang atau di depan itu adalah jalan masing - masing orang. Bukanlah perlombaan satu sama lain.

Jika kita terus berkompetisi dan menganggap orang lain sebagai lawan, maka hidup kita tidak akan pernah bahagia. Karena kita cenderung akan membandingkan diri kita dengan orang lain secara terus menerus yang akhirnya akan membuat hubungan interpersonal dengan orang lain menjadi buruk. Sebaliknya, jika kita menganggap mereka sebagai kawan seperjuangan, seseorang menjadi mampu merayakan kebahagiaan orang lain dengan sepenuh hati, seseorang akan melihat dunia akan berubah, dan masalah interpersonal akan berkurang secara drastis.

Mengakui Kesalahan Bukan Berarti Kalah
Ketika seseorang sedang berdiskusi dengan orang lain, ada kalanya seseorang merasa bahwa dirinya benar dan pendapat orang lain salah. Jika dalam konteks ini orang tersebut tidak peduli dengan pendapat orang lain, maka diskusi ini sebenarnya telah berhenti karena ini sudah mengarah ke arah perebutan kekuasaan. Yang dimana orang tersebut akan mencoba membuktikan dengan cara apapun bahwa orang lain itu salah. Perebutan kekuasaan bisa dilakukan dengan berbagai cara. Seperti mengatakan hal buruk tentang orang lain, memprovokasi, atau menggunakan emosi agar merasa dirinya superior. 

Menurut teori psikologi Adler, jika kita berada di dalam posisi tersebut, hal pertama yang harus disadari adalah bahwa amarah merupakan suatu bentuk komunikasi, dan kita tetap bisa berkomunikasi tanpa menggunakannya. Kita bisa menyampaikan niat dan pikiran yang bisa diterima tanpa membutuhkan amarah. Mengakui kesalahan, menyampaikan perkataan maaf, dan mundur dari upaya perebutan kekuasaan tidak ada satupun yang berarti kalah. Upaya meraih superioritas tidak dilakukan melalui persaingan dengan orang lain. 

Tugas - Tugas Kehidupan
Ada tiga tugas - tugas kehidupan menurut teori psikologi Adler. Yaitu, tugas untuk bekerja, tugas untuk berteman, dan tugas untuk mencintai. Tugas - tugas kehidupan ini tentunya lagi - lagi berhubungan dengan hubungan interpersonal yang mau tidak mau harus dihadapi seorang individu ketika berusaha untuk hidup sebagai makhluk sosial.

Tugas untuk bekerja adalah hubungan dengan rintangan paling rendah. Karena setiap orang di tempat bekerja melakukan sesuatu untuk mencapai tujuan bersama. Meskipun tidak selalu akur, namun mereka bekerja bersama untuk meraih hasil yang baik.
Tugas untuk berteman agak sedikit rumit karena yang tadinya dari berteman, bisa jadi ke arah yang lebih dalam. Perlakuan seseorang ke orang lain yang tadinya biasa saja bisa jadi berbeda.
Tugas untuk mencintai terbagi dua, yaitu hubungan asmara dengan pasangan dan hubungan orangtua dengan anak. Hubungan asmara dengan pasangan bisa berujung dengan perpisahan yang dipicu dengan berbagai macam alasan. Namun hubungan orangtua dan anak tidak bisa seperti itu.
Engkau tidak boleh melarikan diri. Tak peduli seburuk apapun hubunganmu, engkau tidak boleh menghindarinya.

Jika tugas - tugas kehidupan tidak dilakukan, berarti seseorang sedang mendustai kehidupannya. Tugas - tugas kehidupan harus dilakukan dan dihadapi karena manusia adalah makhluk sosial.

Menyangkal Hasrat Untuk Diakui
Teori psikologi Adler mengingkari kebutuhan untuk mencari pengakuan dari orang lain. Saat seseorang mencari pengakuan dari orang lain, dan memandang dirinya hanya berdasarkan penilaian orang lain, maka dia sama dengan menjalani kehidupan orang lain.

Ketika berupaya untuk diakui oleh orang lain, nyaris semua orang memperlakukan upaya untuk memuaskan ekspektasi orang lain sebagai cara untuk meraih hal tersebut. Dan ini sesuatu dengan alur pemikiran dalam pendidikan dengan metode reward and punishment yang berkata bahwa seseorang akan dipuji jika dia mengambil tindakan yang tepat, jika, misalnya, poin utama pekerjaan seseorang ternyata adalah memuaskan ekspektasi orang lain maka pekerjaan itu akan menjadi sangat sulit baginya. Karena ia akan selalu cemas orang lain melihatnya dan takut menerima penilaian mereka.

Pembagian Tugas
Jika tadi sudah dijelaskan tugas - tugas kehidupan, maka ada lagi yang namanya dengan pembagian tugas. Hal ini dilakukan dengan tujuan agar hubungan interpersonal menjadi lebih sederhana dan harmonis. Pada umumnya, seluruh persoalan dalam hubungan interpersonal disebabkan oleh gangguan terhadap tugas orang lain, atau saat tugas seseorang terganggu. 

Ada cara sederhana untuk mengetahui tugas seseorang. Adler memberi contoh dengan situasi seperti ini, ada seorang anak yang kesulitan belajar sehingga ia tidak mengerjakan PR dan mengabaikan pelajaran di sekolahnya. Di dalam situasi seperti ini, biasanya orangtua turun tangan untuk membantu anaknya dengan memasukkan anaknya ke tempat les sebagai contoh. Di situasi ini, belajar adalah tugas anak tersebut. Orangtua tidak boleh ikut campur dengan tugas anak tersebut. 

Teori psikologi Adler tidak merekomendasikan pendekatan non-interferensi. Non-interferensi adalah sikap tidak tahu, dan bahkan tidak tertarik mengetahui apa yang sedang anak itu lakukan. Sebaliknya, dengan mengetahui apa yang dilakukan anak itulah seseorang bisa melindunginya. Jika belajar adalah masalahnya, dia akan memberitahu anak itu bahwa belajar adalah tugasnya, dan memberitahu anak tersebut bahwa dia siap membantu kapan pun anak itu terdorong untuk belajar. Tapi dia tidak boleh mencampuri tugas anak tersebut. Ikut campur dalam berbagai hal bukanlah tindakan yang bijak. tanpa diminta

Ada pepatah yang berkata, "Engkau bisa membawa seekor kuda ke air, tapi tídak bisa memaksanya minum." Konseling kejiwaan dan semua jenis konsultasi kejiwaan lainnya yang memakai pendekatan psikologis Adler memiliki pendirian semacam ini. Memaksakan perubahan selagi mengabaikan maksud orang tersebut hanya akan mengarah pada reaksi yang emosional.

Pembagian tugas juga membutuhkan tindakan memercayai. Engkau memercayai pasanganmu; itulah tugasmu. Tapi bagaimana orang itu bersikap berkaitan dengan ekspektasi dan kepercayaan yang kauberikan adalah tugas mereka. 

Berani Untuk Tidak Disukai
Keberanian untuk bahagia juga mencakup keberanian untuk tidak disukai. Ketika kau sudah memperoleh keberanian ini, seluruh hubungan interpersonalmu akan segera berubah menjadi sesuatu yang ringan.

Tidak disukai jelas membuat kita sengsara. Jika mungkin, seseorang akan lebih senang hidup tanpa dibenci siapa pun. Kita ingin memenuhi hasrat untuk diakui. Tapi membawa diri sedemikian rupa agar tidak dibenci orang lain adalah cara hidup yang teramat mengekang, juga mustahil. Ada harga yang harus dibayar ketika seseorang ingin menggunakan kebebasannya. Dan harga dari kebebasan dalam hubungan interpersonal adalah dibenci orang benci lain.

Kebebasan tidak disukai orang lain adalah bukti bahwa kau sedang menggunakan kebebasanmu dan hidup dalam kebebasan., dan tanda bahwa kau hidup sesuai dengan prinsip - prinsipmu sendiri. Yang dimaksud adalah jangan takut untuk tidak disukai.

Kebebasan itu bukanlah seperti "lepas dari organisasi". Melepaskan diri dari rumah atau sekolah, perusahaan atau bangsa adalah kebebasan. Tetapi, tidak khawatir dengan penilaian orang lain, tidak takut dibenci orang lain, dan membayar harga dengan kemungkinan bahwa dia takkan pernah diakui.

Mungkin ada orang yang tidak berpikir baik tentang dirimu, tapi itu bukanlah tugasmu. Dan kembali Adler katakan, memikirkan hal - hal seperti dia seharusnya menyukaiku, atau aku sudah melakukan semua ini, jadi aneh kalau dia tidak menyukaiku, adalah cara berpikir yang berorientasi pada imbalan karena telah mengintervensi tugas orang lain. Seseorang bisa bergerak maju tanpa mencemaskan kemungkinan untuk dibenci. Dia tidak hidup seolah-olah seperti sedang menggelinding turun, namun sebaliknya, mendaki lereng yang ada di depannya. Itulah kebebasan bagi manusia. 
Tidak ingin dibenci barangkali adalah tugasku, tapi apakah orang ini atau orang itu tidak menyukaiku atau tidak bukanlah tugasku.
Sekalipun ada seseorang yang tidak berpikir baik tentangmu, kau tidak bisa mengintervensinya. Meminjam pepatah yang Adler sebutkan tadi, wajar kalau seseorang berupaya membawa seekor kuda ke air. Tapi apakah kuda itu minum atau tidak, itu bukanlah tugasnya.

Psikologi Individual dan Holisme
Teori psikologi Adler adalah teori psikologi individual. Secara etimologi, kata "individu" memiliki arti "tidak bisa dibagi." Dengan kata lain, unit terkecil yang mungkin ada, dan karenanya tidak bisa dibagi - bagi lebih jauh. Sedangkan pandangan terhadap manusia sebagai "diriku yang utuh", sebagai makhluk yang tidak bisa dipecah lagi menjadi beberapa bagian disebut sebagai "holisme." Adler menentang segala jenis sistem nilai dualistik yang memperlakukan pikiran sebagai sesuatu yang terpisah dari tubuh, alasan sebagai sesuatu yang terpisah dari emosi, atau pikiran sadar sebagai sesuatu yang terpisah dari pikiran bawah sadar.

Untuk mempermudah memahaminya, sang filsuf memberikan contoh tentang seseorang perempuan yang datang untuk konseling ke tempatnya. Ia berkata bahwa ia takut pipinya berubah menjadi merona di hadapan orang yang ia sukai. Dalam teori psikologi Adler, gejala fisik tidak dipandang terpisah ke dalam bagian - bagian. Ketegangan di pikiran bisa membuat lengan dan kaki seseorang bergetar, atau menyebabkan pipinya merona, dan rasa takut bisa membuat wajahnya pucat, dan seterusnya. Hal yang sama berlaku terhadap emosi, serta pikiran sadar dan pikiran bawah sadar. Orang yang biasanya berpikiran jernih tidak berharap untuk dilanda emosi dan mulai berteriak kepada seseorang. Kita tidak dilanda oleh emosi yang entah bagaimana hadir secara independen. Setiap diri kita adalah kesatuan yang utuh.

Perasaan Sosial
Jika sebelumnya sudah membicarakan mengenai pembagian tugas sebagai resep untuk memecahkan persoalan hubungan interpersonal, maka sekarang kita membicarakan mengenai perasaan sosial. Target dalam hubungan interpersonal adalah untuk memiliki perasaan sosial. Pembagian tugas hanyalah titik awal. 

Perasaan sosial disebut juga sebagai "ketertarikan sosial", yang berarti "ketertarikan kepada masyarakat." Masyarakat bukanlah semata - mata salah satu tatanan yang sudah ada yang mungkin dimunculkan oleh kata tersebut di pikiran, tapi secara harfiah juga mencakup segalanya. Seluruh alam semesta ini, dari masa lalu hingga masa depan. 

Untuk memperoleh pemahaman tentang perasaan sosial, Adler membicarakan untuk menggunakan kata "kau dan aku" sebagai titik awal. Hal yang dilakukan pada titik awal adalah beralih dari melekat pada diri sendiri (kepentingan diri sendiri) menjadi peduli kepada orang lain (kepentingan sosial).

Konsep melekat pada diri sendiri menjelaskan lebih ke arah hasrat untuk diakui oleh seseorang. Lagi - lagi bahwa ini bukan merupakan kebebasan tidak disukai. Orang yang terobsesi dengan hasrat untuk diakui, memandang bahwa orang lain akan memberikan perhatian kepadanya, yang dimana ia sebenarnya hanya peduli dengan "aku." Ia ingin dianggap baik itulah sebabnya ia mengkhawatirkan cara orang lain memandangnya. Namun, itu bukanlah peduli terhadap orang lain. itu adalah kelekatan kepada diri sendiri.

Orang yang peduli terhadap "aku", seringkali merasa bahwa dirinya adalah pusat dunia. Padahal menurut Adler, kita semua adalah bagian dari masyarakat. Perasaan memiliki adalah sesuatu yang dapat diraih seseorang dengan komitmen aktif terhadap masyarakat atas kemauannya sendiri, bukan dengan sekedar hadir. Dia menghadapi tugas kehidupannya. Dia mengambil langkah - langkah maju tanpa menghindari tugas - tugas hubungan interpersonal dan pekerjaan, pertemanan, dan percintaan. Dia harus berpikir bukan apa yang orang ini bisa berikan kepadaku? namun apa yang bisa aku berikan kepada masyarakat? itu adalah komitmen terhadap masyarakat. 

Jangan Menegur Atau Memuji
Dalam teori psikologi Adler, semua bentuk komunikasi terhadap orang lain, seseorang tidak boleh memberikan pujian. Dalam pujian, ada aspek "penilaian dari orang yang mampu kepada orang yang tidak mampu."  Saat menerima pujian menjadi tujuan utama seseorang, dia sedang memilih cara hidup yang sejalan dengan sistem nilai orang lain. Seseorang ingin dipuji orang lain atau sebaliknya merupakan bukti bahwa seseorang melihat hubungan interpersonal sebagai hubungan vertikal. 

Sebaliknya, Adler menganggap bahwa semua manusia itu setara, dalam artian ia melihat hubungan interpersonal sebagai hubungan horizontal. Dengan adanya hubungan horizontal, suatu intervensi akan menghilang. 

Sebagai contoh yang sebelumnya bahwa seorang ibu ikut campur dengan tugas seorang anak itu adalah belajar. Adler mengemukakan bahwa alih - alih menggunakan intervensi, maka gunakanlah kata bantuan. Dengan menggunakan bantuan, sang ibu telah paham dengan adanya pembagian tugas. Ia akan berbicara secara konkret ketimbang memerintah anak untuk belajar. Dia bertindak begitu agar anak bisa mendapatkan kepercayaan diri lagi untuk mengurus studinya dan menghadapi tugasnya secara mandiri tanpa paksaan.

Konsep ini tidak memberikan pujian atau teguran, namun hubungan horizontal yang disebut juga dengan "dorongan semangat."

Penilaian adalah kata yang berasal dari hubungan vertikal. Hubungan vertikal melihat tingkat kedudukan orang. Dengan kata lain, adanya hirarki. Jika seseorang sedang membangun hubungan horizontal, akan ada kata - kata terima kasih, rasa hormat, suka cita yang lebih terus terang. Ketika seseorang mendengar kata terima kasih, dia tahu bahwa dia telah berkontribusi bagi orang lain.

Dalam pandangan Adler, hal yang dilakukan untuk mendapatkan keberanian adalah  ketika seseorang merasa bahwa dirinya berharga. Kalau seseorang bisa merasakan dirinya berharga, dia bisa menerima apa adanya dirinya, dan memiliki keberanian untuk menghadapi tugas - tugas hidupnya. Ketika seseorang mampu merasa bahwa aku berguna bagi masyarakat , barulah ia memiliki pemahaman sejati akan nilai dirinya. Maksud disini adalah bukannya merasa dinilai baik oleh orang lain, tapi mampu merasakan melalui sudut pandang subjektifnya sendiri, bahwa aku dapat berkontribusi terhadap orang lain. 

Sehubungan dengan perasaan sosial, jawaban Adler adalah, harus ada yang memulai. Orang lain mungkin tidak kooperatif, tapi itu tidak ada kaitannya dengan dirimu. Lalu bagaimana agar seseorang tidak terjebak dalam hubungan vertikal? Jawabannya sederhana. Bangunlah hubungan horizontal dengan orang lain. Satu saja cukup. Itu bisa dengan teman, atasan, kakak senior, maupun dengan keluarga. Jika seseorang berhasil membangun hubungan horizontal walaupun satu saja dengan orang lain, maka secara perlahan - lahan seluruh hubungan interpersonalmu menjadi hubungan horizontal.

Penerimaan Diri, Keyakinan, dan Kontribusi
Jika sebelumnya adalah penjelasan mengenai kepentingan diri sendiri ke kepedulian terhadap orang lain, dan memperoleh perasaan sosial. Maka tiga hal itu diperlukan penerimaan diri, keyakinan pada orang lain, dan kontribusi terhadap orang lain.

Kita tidak bisa menyingkirkan wadah "aku", juga menggantinya. Tapi kita bisa memanfaatkan hal tersebut. Dengan menerima diri sendiri, jika seseorang tidak bisa melakukan sesuatu, dia bisa menerima dirinya yang tidak mampu apa adanya, dan melangkah maju agar bisa melakukan apa yang bisa dilakukannya. 

Dari penerimaan diri, sekarang kita beralih ke keyakinan diri. Dari sudut pandang teori Adler, keyakinan artinya adalah melakukan tanpa syarat apapun ketika merasa yakin kepada orang lain. Sekalipun tidak memiliki dasar objektif yang memadai untuk percaya pada seseorang, dia meyakininya. Dia meyakini tanpa syarat dan tidak memedulikan hal - hal seperti jaminan. Dengan adanya hal tersebut, jika kita melihat dari sudut pandang orang yang sudah dimanfaatkan, ada orang - orang yang akan terus percaya padamu tanpa syarat sekalipun engkaulah orang yang sudah mengambil keuntungan dari mereka. Orang - orang akan tetap yakin kepadamu tak peduli bagaimana mereka diperlakukan.

Dengan meletakkan fondasi keyakinan tanpa syarat, maka seseorang bisa membangun hubungan yang mendalam. 

Namun, di dalam meletakkan keyakinan tanpa syarat bukan berarti meyakini terhadap setiap orang walaupun orang tersebut misalnya telah menipu berkali - kali. Keyakinan tanpa syarat digunakan untuk membuat hubungan interpersonal dengan orang lain menjadi lebih baik, dan untuk membangun hubungan horizontal. Kalau kau tidak memiliki keinginan untuk membuat hubunganmu menjadi lebih baik, kau bisa untuk memutuskan hubunganmu dengan orang lain. Karena melakukan pemutusan hubungan adalah tugasmu.

Pada dasarnya, menaruh keyakinan terhadap orang lain ada kaitannya dengan memandang mereka sebagai kawan seperjuangan. Karena mereka adalah kawan seperjuangan, maka seseorang bisa yakin. Melihat orang lain sebagai kawan seperjuangan berkaitan dengan upaya menemukan tempat berlindung dalam masyarakat tempat dia menjadi bagian. Jadi seseorang dapat memperoleh rasa memiliki yang menyatakan "aku nyaman berada disini."

Yang terakhir adalah kontribusi terhadap orang lain. Kontribusi terhadap orang lain tidak berkonotasi dengan mengorbankan diri, Kontribusi yang paling mudah dipahami bagi orang lain adalah bekerja. Lewat pekerjaan seseorang membuat kontribusi bagi yang lain dan berkomitmen terhadap komunitasnya, dan bahwa dia sungguh - sungguh merasa "aku berguna bagi seseorang" dan bahkan bisa menerima nilai eksistensinya.

Keberanian Untuk Berbahagia
Apa itu bahagia? bagi manusia, ketidakbahagiaan terbesar adalah tidak mampu menyukai diri sendiri. Menurut Adler, perasaan bahwa "aku bermanfaat bagi komunitasku" atau "aku berguna bagi orang lain" adalah satu - satunya hal yang bisa memberi orang kesadaran yang sesungguhnya bahwa dia bernilai.

Semua manusia bisa berbahagia. Tapi harus dipahami ini tidak berarti semua manusia bahagia. Entah di level tindakan atau keberadaannya, seseorang perlu merasa bahwa dirinya berguna bagi orang lain. Yang artinya dia memerlukan perasaan berkontribusi.

Kalau seseorang benar-benar memiliki perasaan telah berkontribusi, dia tidak lagi memerlukan pengakuan dari orang lain. Karena dia sudah memiliki kesadaran yang sesungguhnya bahwa "aku berguna bagi seseorang", tanpa perlu mengeluarkan upaya lebih untuk bisa diakui oleh orang lain. Dengan kata lain, seseorang yang terobsesi dengan hasrat untuk diakui belum memiliki perasaan sosial, dan belum berhasil meraih penerimaan diri, menaruh keyakinan pada orang lain atau berkontribusi bagi orang lain.

Berani Untuk Menjadi Normal
Ada banyak anak dalam tahap awal melakukan berbagai cara agar diterima secara sosial. Seperti belajar dengan tekun agar mendapatkan nilai yang bagus dan mendapatkan pengakuan dari orangtuanya. Namun di sisi lain, ada beberapa anak yang mencoba menjadi berperilaku buruk. Seperti bermasalah dengan teman sekelasnya, tidak mendengarkan gurunya, mendapatkan hukuman, dan lain - lainnya. Perlu diketahui bahwa tujuan dari anak baik dan anak yang beperilaku buruk adalah sama - sama untuk untuk menarik perhatian orang lain. Namun, perilaku buruk dari seorang anak adalah upaya untuk meraih superioritas dengan mudah. Seseorang menciptakan masalah bagi orang lain agar dianggap dirinya "spesial."

Konsep Adler ini mendapatkan banyak tentangan dari pemuda yang sedang berdiskusi dengan filsuf tersebut. Kenapa orang ingin menjadi normal? Harusnya kita bisa menjadi luar biasa agar dikenal orang lain. Bagaimana bisa aku menghabiskan waktu di dunia ini dengan cara yang menjemukan tanpa meninggalkan catatan maupun kenangan apapun tentang keberadaanku? 

Teori psikologi Adler memiliki sudut pandang yang berbeda. Orang yang menganggap hidup itu seperti mendaki gunung sedang memperlakukan eksistensi mereka sebagai garis. Dari titik awal sampai titik akhir sebuah perjalanan yaitu ajal. Hidup adalah serangkaian momen, yang dijalani seakan - akan sedang berdansa. Dan ketika kebetulan melihat sekeliling, kita menyadari, "ternyata aku sudah berhasil berjalan sejauh ini." Di antara mereka ada yang menjadi pemain biola dan bertahan sampai menjadi profesional, ada orang - orang yang menarikan tarian penulisan menjadi penulis, dan ada pula orang - orang yang berakhir di tempat yang sama sekali berbeda. Tapi tidak ada satupun kehidupan yang sampai pada akhir "perjalanan." Sudah cukup bila seseorang bisa menemukan kepuasan disini dan menari saat itu. Tarian kehidupan yang dibicarakan ini disebut juga dengan "kehidupan energia" yaitu keadaan aktif-aktual.  

Mengapa seseorang ingin menjadi spesial? Barangkali alasan dibalik itu adalah bahwa ia  tidak bisa menerima dirinya yang normal. Penerimaan diri adalah langkah yang vital. Jika engkau bisa memliki keberanian untuk menjadi normal, caramu memandang dunia akan berubah drastis. Menjadi normal bukan berarti menjadi tidak mampu. Seseorang tidak perlu memamerkan keunggulannya.

Dusta Kehidupan
Apa contoh dari dusta kehidupan yang sering kita jumpai di kehidupan sehari - hari? 
Sang filsuf memberikan contoh kepada seorang pemuda itu bahwa ada orang yang membenci orang lain tanpa sebab. Dia tidak pernah bertemu, tidak pernah berkomunikasi, namun dia membencinya dan mulai mencari - cari kekurangan orang tersebut. Tindakan pemuda tersebut merupakan tujuannya agar menghindari hubungan interpersonal dengan orang tersebut.

Adapun contoh dusta kehidupan di dalam sebuah hubungan yang diceritakan oleh sang filsuf. Dalam hubungan di antara kekasih atau pasangan yang sudah menikah, ada masa - masa ketika sampai di tiitk tertentu, seseorang menjadi gusar dengan segala hal yang dikatakan atau dilakukan pasangannya. Misalnya, seorang wanita yang tidak peduli dengan cara makan pasangannya, penampilannya yang lusuh di rumah, atau mendengkur dengan kencang yang bisa memicu emosi. Meskipun sampai beberapa bulan lalu tidak ada satupun dari semua itu yang mengganggunya. Di tahap tersebut, orang itu sudah menetapkan tujuannya, "aku ingin mengakhiri hubungan ini" dan tengah mencari - cari alasan sebagai dasar untuk mengakhirinya. Ia menciptakan kekurangan dalam diri orang lain supaya bisa menghindari tugas - tugas kehidupan. 

Namun, dusta kehidupan yang terbesar dari semuanya adalah tidak hidup di sini pada saat ini. Memandang pada masa lalu dan masa depan, mengarahkan sinar temaram pada seluruh kehidupan, dan percaya bahwa dia berhasil melihat sesuatu. Sampai kau telah berpaling dari hidupmu di sini pada saat ini, dan hanya mengarahkan sinar pada masa lalu dan masa depan buatan. Kau telah mengatakan satu dusta besar kepada kehidupanmu, kepada momen-momen yang tak tergantikan ini.

Di dalam kehidupan sehari - hari tanpa kita sadari, kita seringkali menjumpai beberapa kejadian yang serupa. Contoh paling simple adalah, seorang anak yang diminta tolong untuk membantu ibunya di rumah. Sang anak menjawab ya tapi ternyata tidak langsung dikerjakan. Padahal anak tersebut tidak sibuk atau sedang melakukan sesuatu. Ketika sang ibu sudah marah, barulah sang anak berkata bahwa dia sedang sibuk memikirkan tugas kuliah yang banyak. Darisini sebenarnya sang anak sudah menentukan bahwa alasan sebenarnya ia tidak langsung mengerjakan tugasnya adalah karena dia merasa bahwa itu bukan tanggung jawabnya sehingga ia menunda - nunda atau bahkan mengabaikan tugas tersebut. 

Perlu waktu untuk benar - benar memahami buku ini dan lagi - lagi gue tidak sungkan untuk membacanya ulang. Setelah membaca buku ini gue juga merasakan perbedaan di dalam diri. Seperti, emosi ternyata tidak ada hubungannya dengan diri, segala sesuatu yang terjadi sekarang bukan karena masa lalu, dan alasan dari tindakan seseorang melakukan sesuatu. Yaitu inferioritas dan superioritas. 

Sejujurnya, ada banyak banget diskusi, cerita, dan penjelasan yang lebih lengkap dari buku tersebut yang gak bisa gue jelasin semuanya disini. Maka dari itu, gue sangat merekomendasikan kalian untuk membaca buku ini sendiri. Apa yang gue tulis di atas tidak lain adalah sebagai pengingat bahwa gue pernah membaca buku ini dan sebagai pengingat dari konsep teori psikologi Adler yang pernah gue pelajari dari buku tersebut.

Comments

Popular posts from this blog

ANOTHER STORY OF GROWING UP WOMAN

There are some good things and bad things about growing up. Sometimes you feel happy about it and sometimes you also feel sad about it. But apart from that, there are many great aspects which we can look forward to as we transition from childhood to adolescence, and eventually adulthood. As I grow older, I sometimes miss my childhood moment. When I could chit chatted with my friends, when I enjoyed being in the class, watched some matches in the class meeting, laughed together in the class, and watched some good movies in my friend's apartment. Now, we all apart. We're all busy with our activity and routine. Even if we reunite again, everything doesn't feel the same. But one thing I know for sure, the more I am growing up, the more I know about myself Here are just a few benefits of growing up and all the things you can do in order to set us up for a happy and fulfilling life. YOU REALISE WHAT'S IMPORTANT You will not care about people talking behind your back, or take

EMBRACING EMOTIONS EMBRACING ME

Hello gorgeous! This time I want to talk about human relationship. I'd like to figure things out like why this person behave this way? I always love to learn about this but, this time is a bit different because I watched quite a lot of podcast about human relationships. For instance, Jay Shetty, Stephan Speaks, and Lisa Bilyeu. Of course I don't watch all of their podcast. I choose what I want to watch based on the interviewees. As far as I watched, I'm more to Stephan, Najwa Zebian, Lori Gottlieb, Sadia Khan, and dr. Ramani. Oh I also write a summary that you can find from my highlight on instagram :) and the reason why I wrote that because I might be come to watch the podcast anymore when I feel like I want to but there is a feeling where I think it's tough since the length of videos mostly are 1-2 hours so I decided to make a summary. Maybe you would think that it is such a waste of time because we could get this kind of knowledge from everywhere. Such as, reels from